Dalam hal ilmu, suami juga harus lebih unggul dibandingkan
istri. Ilmu yang dimaksud di sini bukan yang ditandai dengan gelar kesarjanaan,
tetapi ilmu-ilmu kehidupan. Apabila saat ini istri memiliki kedudukan ilmu yang
lebih tinggi, maka seorang suami harus lebih giat belajar untuk mengejar
ketertinggalan. Saat istri bingung memecahkan berbagai problematika kehidupan,
suami menawarkan solusi yang brilian dengan ilmu yang dimilikinya.
Ibadah suami juga harus lebih rajin dibandingkan istri.
Suami menjadi penggerak semangat ibadah di dalam keluarga. Ia akan mengajak
anak laki-lakinya pergi ke masjid untuk shalat berjama'ah. Iapun siap menjadi
imam shalat berjama'ah di rumah. Suami yang malas tak layak menjadi pemimpin di
keluarga.
Suami itu imam alias pemimpin di keluarga. Sebagai imam, ia
harus memiliki kelebihan dibandingkan istrinya. Kelebihan dalam hal apa?
Setidaknya suami memiliki kelebihan dalam tiga hal. Penghasilan, ilmu, dan ibadah.
Ingatlah, kewajiban menafkahi keluarga ada pada lelaki. Walau istri memiliki
penghasilan, kewajiban nafkah keluarga tidak berpindah tangan ke istri. Suami
yang bertanggungjawab tidak akan meminta penghasilan yang diperoleh istri.
Apabila suami tak memiliki tiga kelebihan itu, boleh jadi
kepercayaan suami akan terus menurun dan hidupnya di bawah kendali istri. Itu
yang terjadi pada suami pemalas yang akan saya ceritakan di sini.
Alkisah, seorang suami pemalas dengan muka cemberut bertemu
teman-temannya, “Kenapa kamu, dimarahin istri ya?” tanya temannya. Lelaki itu
menjawab lirih, “Ya, dia marah-marah dengan kata-kata kasar. Tetapi setelah
sekian lama kami saling beradu mulut, akhirnya ia datang merangkak mendekati
saya.”
Teman-temannya memberikan tepuk tangan atas cerita itu. Dengan
sumringah salah seorang temannya berkata, “Hebat kamu, hebat! Ngomong-ngomong
apa yang dikatakan istrimu saat ia merangkak mendekatimu?” Suami pemalas itu
menjawab, “Istriku berkata kepadaku, ayo, kalau memang jagoan keluar dari bawah
tempat tidur, jangan beraninya ngumpet melulu!”