live chat fb



25.2.14

Agar pernikahan kalian dapat berjalan sesuai dengan yang direncanakan


Saat handphone di meja bergetar, pertanda ada yang menghubungi nomorku. Meski tak sempat melihat nama yang tertera di layar, tapi aku hafal siapa pemilik suara di seberang sana. 

 

 “Bagaimana rencana pernikahan kalian, sudah sejauh mana persiapannya?” itu pertanyaan pertamaku setelah saling menanyakan kabar.

 

 “Alhamdulillah, sudah sembilan puluh persen.”

 

 “Syukurlah. Masih ada cukup waktu untuk menggenapi sisanya.”

 

 “Insya Allah! Tapi…“

 

 “Tapi kenapa?”

 

 “Salah satu dari orang tua kami menginginkan kami menikah di hari berdasarkan hasil perhitungan mereka.”

 

 Aku ber-oh pelan. Aku bisa merasakan dilema yang sedang ia hadapi, karena akupun pernah berada di situasi, kondisi dan posisi yang sama. Tak mudah merubah pendirian orang tua dengan perhitungan-perhitungannya. Tapi mengikuti – perhitungan – mereka, hati tetap tak bisa terima.

 

 “Menurutmu aku harus bagaimana?”

 

 Tak perlu kusarankan ia untuk melakukan pendekatan kepada orang tua, menyampaikan rasa keberatan atas keyakinan bahwa jodoh, mati dan rejeki bisa diprediksi berdasarkan hari lahir. Ia sudah berusaha berbagai cara untuk mengingatkan dan menyadarkan bahwa langkah yang mereka tempuh adalah keliru, tidak ada dalil ataupun contohnya.

 

 “Kalau boleh aku menyarankan, dengan mengucap bismillah, ikutilah orang tuamu, menikahlah pada hari itu,” aku mencoba memberi solusi.

 

 “Mengikuti perhitungan yang jelas-jelas tidak ada dalil dan contohnya?” suara di seberang terdengar tak percaya.

 

 “Bukan! Bukan begitu maksudku.” Aku mencoba menjelaskan. “Restu dari orang tua sangatlah penting bagi anak, terlebih yang hendak membangun rumah tangga. Sakinah, mawadah, warahmah bukan sekedar rangkaian kata, tapi benar-benar menjadi nyata, salah satunya apabila ada ridho dan restu dari orang tua. Sayangi dan hormati orang tua, bagaimanapun ridho Allah ada pada mereka. Ketika kita tak sependapat atau bahkan ketika mereka keliru, sampaikan dan ingatkan mereka dengan santun. Jangan arogan walaupun atas nama kebaikan dan kebenaran. Kalaupun akhirnya tetap tak sejalan dan sepemikiran, hormat pada mereka janganlah sampai ditiadakan.”

 

 Lengang, tak terdengar jawaban dari seberang, hingga akhirnya aku yang kembali melanjutkan pembicaraan.

 

 “Sungguh, aku pun tak percaya, sangat menyayangkan kebiasaan orang-orang tua kita yang memprediksi jodoh, mati dan rejeki berdasarkan hari lahir, termasuk mengotak-atik hari, weton atau apalah untuk menentukan kapan pernikahan boleh dan bisa dilangsungkan. “

 

 Aku berhenti sejenak, merapihkan kertas yang tercecer di dekat pc jadulku.

 

 “Yang aku maksudkan, tetap tunjukkan bakti dan hormatmu kepada orang tua, jangan berlaku kasar pada keduanya. Jika sampai saat ini kau masih saja berkutat di masalah itu, barangkali ada yang terlupa darimu. Dulu pernah kau bilang, agar tidak merepotkan tamu-tamu, kalian ingin melangsungkan pernikahan dan walimahan di hari libur. Bukankah pilihan orang tuamu juga pas hari libur? Satu lagi, kau sendiri bilang berkali-kali, bahwa Allah menciptakan hari, semuanya adalah baik. Itu berarti hari yang dipilih orang tuamu – memang - termasuk hari baik. Iya, kan? “

 

 Masih tak ada jawaban. Hanya terdengar suara hembusan nafas berat dari seberang sana.

 

 “Ada banyak hal penting lain yang perlu kalian siapkan agar pernikahan kalian dapat berjalan sesuai dengan yang direncanakan, diikhtiarkan dan juga diharapkan. Jangan karena berkutat pada satu hal, lantas membuat banyak hal penting lainnya menjadi terabaikan yang kemungkinan dapat merusak atau setidaknya mengurangi kesan pada moment bahagia kalian. Raihlah ridho orang tua, dapatkan restu dari mereka, hormati keduanya dan tunjukan bukti baktimu padanya. Insya Allah, hari dan tanggal hasil perhitungan mereka adalah termasuk hari baik, karena memang Allah menciptakan hari tiada yang buruk, semuanya baik. Yang terpenting adalah niat dalam hatimu.”

Read more

3.12.13

Merawat Orangtua


Mengajak orangtua tinggal di rumah kita, bukanlah hal yang mudah. Saya termasuk yang tidak berhasil dalam urusan ini. Walau sudah menyediakan rumah, orangtua dan juga mertua menolak tinggal menetap bersama keluarga saya. Berbagai rayuan sudah dilakukan, namun tak jua membuahkan hasil. Oleh karena itulah saya termasuk orang yang sangat iri apabila ada seorang anak yang bisa merawat orangtuanya setiap hari.

Saya sering bertemu dengan orang yang dengan tulus merawat orangtuanya, salah satunya adalah kakak ipar saya. Ciri-cirinya mereka sangat care, helpful, cepat tanggap, dan jarang mengeluh. Tutur kata yang keluar dari mulut mereka sangat lembut dan tertata. Tampaknya mereka khawatir kata-kata yang keluar dari mulutnya bisa menyakiti orangtuanya.

Sejauh pengamatan saya, orang-orang yang dengan tulus merawat orangtuanya, kehidupannya selalu bahagia. Bila ia pengusaha, bisnisnya lancar. Jika ia bekerja, karirnya cepat melejit. Bukan hanya itu, anak-anak mereka juga menjadi anak yang baik, cerdas, dan shaleh.

Hebatnya lagi, anggota keluarganya sangat jarang sakit dan jarang bermasalah. Apabila suatu saat mengalami problem, masalahnya bisa segera terselesaikan. Kehidupannya benar-benar dipermudah oleh Sang Maha. Itu balasan di dunia. Dan saya yakin, balasan di kehidupan nanti jauh lebih besar.

Apakah setiap orang yang hidup bersama orangtuanya selalu bahagia? Jawabannya, tidak. Saya bertemu dengan banyak orang yang seperti ini. Mereka hidup bersama orangtuanya, tetapi kehidupan pribadinya justru berantakan.

Setelah saya dalami, ternyata walaupun mereka hidup bersama, tetapi mereka tidak merawat orangtuanya. Kata-kata dan sikapnya sering menyakiti orangtuanya. Mereka sering meminta orangtuanya melakukan sesuatu yang sebenarnya lebih tepat dilakukan pembantu atau baby sitter.

Ternyata, hidup bersama orangtua belum tentu menjadikan kita merawatnya. Bahkan boleh jadi kita justru “menyiksa” orangtua tanpa kita sadari. Jadi, pastikan kita benar-benar merawat orangtua, bukan hanya sekedar tinggal bersama. Setuju?


sumber:http://jamilazzaini.com

Read more

Izinkan Bapak Belajar


Saat saya sedang duduk santai di beranda, istri saya menghampiri dan menemani untuk ngobrol berbagai hal. Setelah cukup lama ngobrol, dengan lembut istri saya berkata, “Mas Asa (19 tahun, anak kedua kami) kemarin protes kepada bapak melalui saya.”

Setelah terdiam sejenak, istri saya kemudian melanjutkan, “Saat mas Asa punya ide bisnis, lalu disampaikan dengan penuh semangat ke bapak, bapak malah mencari kelemahan ide dan gagasan bisnis itu. Walau mas Asa menyadari idenya itu ada kelemahan, tetapi seharusnya ia diberi apresiasi dulu, baru dikritisi.”

Mendengar penjelasan istri saya tersebut, saya menarik nafas panjang sembari mengingat saat Asa mempresentasikan ide bisnisnya. Anak lelaki saya ini ingin mengembangkan bisnis makanan khas daerah untuk kemudian diekspor ke berbagai negara. Ketika itu saya memang fokus menyerang idenya dengan mengatakan pasar dalam negeri masih luas, mengapa harus ekspor, bla bla bla.

Usai diskusi dengan istri, saya menyadari bahwa ternyata saya belum menjadi seorang ayah yang baik. Seharusnyalah, ide sekecil apapun yang disampaikan seorang anak kepada ayahnya diberi apresiasi dan penghormatan yang pantas.

Apalagi sebelum presentasi, anak saya sudah belajar dan mempelajari kelayakan bisnisnya serta berkonsultasi dengan banyak ahli. Oleh karena itulah Asa yakin dengan ide dan gagasannya. Sayang, ide itu dipatahkan oleh saya, ayahnya sendiri.

Sebagai orangtua, saya masih perlu terus belajar. Saya harus tahu kapan saatnya memotivasi, kapan saatnya mengkritisi. Sebagai orangtua, saya juga harus belajar kapan saatnya memberikan komentar dan kapan saatnya “berkelakar”.

Sebagai orangtua, saya perlu belajar kapan saatnya memberikan pelajaran dengan lisan dan kapan saatnya membiarkan anak-anak dapat pelajaran dari sekolah kehidupan. Memang, pelajaran dari sekolah kehidupan terkadang berupa kegagalan dan penderitaan, tetapi itu diperlukan bagi kematangan anak-anak di masa yang akan datang.

Duhai anakku, tumbuh dan berkembanglah sesuai dengan zamanmu. Sementara bapak yang merupakan produk masa lalu ini akan terus belajar memahami perkembangan eramu agar bapak tidak salah dalam mendampingi perjalanan hidupmu. Maafkan bapakmu, izinkanlah bapakmu untuk terus belajar menjadi orangtua yang tepat bagimu.



sumber:http://jamilazzaini.com

Read more

Sumpah Bukan Asal Sumpah


Sumpah yang diucapkan dengan penuh kesadaran menghasilkan sesuatu yang besar. Salah satunya tentu Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928. Sebaliknya, sumpah diucapkan asal ucap hanya demi formalitas berpotensi menghasilkan malapetaka. Contohnya, pejabat yang disumpah untuk tidak korupsi, ternyata tertangkap tangan merampok uang rakyat.

Saat orang mengucapkan sumpah, seharusnya didasari kesadaran dan keinginan kuat untuk menjalankan apa yang diucapkan. Menurut saya, orang yang melanggar sumpah itu orang munafik kelas kakap dan tidak layak diberi amanah yang besar. Mereka adalah orang-orang yang tidak konsisten.

Seorang dokter yang melanggar sumpah, seharusnya langsung dicabut izin praktiknya. Bila ia seorang pejabat, maka harus langsung dipecat dengan tidak hormat. Sebab, suatu negara yang dijalankan orang-orang yang melanggar sumpah, negaranya akan semakin lemah. Sangatlah wajar bila sangsi besar ditimpakan kepada para pelanggar sumpah.

Secara pribadi, kita juga diperbolehkan bersumpah. Dulu saat usia 24 tahun, saya pernah bersumpah, “Demi Allah, saya akan berusaha dengan sekuat tenaga untuk memberangkatkan orangtua saya ke tanah suci sebelum usia saya 42 tahun.” Angka 42 untuk memudahkan saya mengingat bahwa saya pernah bersumpah di usia 24 untuk mewujudkannya di usia kebalikan dari angka itu, 42.

Alhamdulillah sumpah itu terwujud saat saya berusia 40 tahun. Suatu ketika saya juga pernah bersumpah, tetapi gagal mentaatinya. Ketika saya bertanya kepada para ulama terpercaya, ternyata sanksi dari ketidaktaatan terhadap sumpah itu sangatlah besar. Saya harus membayar denda, memberi makan orang miskin, dan berpuasa.

Oleh karena itu, saya enggan meneruskan untuk bekerja sebagai PNS (Pegawai Negeri Sipil), karena ada sumpah yang harus saya taati. Ketika itu saya sadar bahwa keimanan dan mental saya masih sangatlah lemah. Daripada saya melanggar sumpah, lebih baik saya bekerja di tempat yang tidak mengharuskan saya membaca sumpah.

Sumpah bukanlah asal terucap. Membaca sumpah itu memiliki banyak konsekwensi, baik di dunia maupun di akhirat. Sumpah asal sumpah sebenarnya menjadikan Anda sampah kehidupan. Sumpah asal sumpah juga menjadikan Anda layak dibuang ke tempat yang kotor di dunia dan tempat yang penuh siksa di akhirat. Waspadalah!


sumber:http://jamilazzaini.com

Read more

7.11.13

ISTRIKU TIDAK CANTIK

Istriku tidak cantik, standar dan biasa saja. Aku juga sadar bahwa dia tidak cantik dan kalau bersanding denganku maka aku nampak lebih rupawan dari dia. Badannya kecil ada dibawah dadaku, juga kulitnya agak hitam, lebih putih kulitku, satu lagi kakinya agak pincang, yang kanan lebih kecil sedikit daripada yang kiri.

Aku menyadarinya ketika aku sudah menikahinya, namun aku sadar bahwa aku telah memilih dia dengan ikhlas dihatiku, kan aku yang memilih, bukan dia yang memaksa, dan walau istriku tidak cantik, namun aku mencintainya. Allah taburkan rasa cinta itu ketika malam pertama aku bersamanya.

Dimataku dia tetap tidak cantik, namun aku nyaman bila melihat senyumannya. Dia selalu menerima apa adanya aku, sempat aku pulang tidak bawa gaji seperti yang dijanjikan di lembar penerimaan karyawan bahwa gajiku tertera 4 juta sekian-sekian, namun karena aku selalu terlambat dan juga sering bolos lantaran mengantar si kecil ke rumah sakit dan juga si sulung ke sekolah maka hampir 40 % gajiku dipotong.

Subhanallah dia tidak bersungut, malah segera bersiap menukar menu makanan dengan yang lebih sederhana dan bersikeras meminjam komputer butut kami untuk menulis artikel yang dikirimkannya ke beberapa majalah yang terkadang satu atau dua artikel ditayangkan, dan baginya itu sudah Alhamdulillah bisa menambah sambung susu anakku.

Istriku tidak cantik, namun aku ingat, banyak sekali sumber daya alam yang buruk bahkan legam dan membuat tangan kotor namun tetap dicari, diburu dan dipertahankan orang, seperti batubara. Istriku mungkin bukan emas, dia mungkin batubara, keberadaannya selalu menghangatkan hatiku dan selalu membuatku tidak merasakan resah.

Aku membayangkan bila aku menyimpan batubara satu kilo dirumahku dibandingkan dengan menyimpan emas satu kilo dirumahku, maka aku tidak akan dapat berjaga semalaman bila emas yang kusimpan. Namun bila batubara yang ku simpan, aku masih punya izzah ada barang yang ku simpan yang cukup berharga, namun aku tetap dapat tidur nyenyak dengannya.

Bayangkan bila istriku sangat cantik, mungkin aku tidak akan tenang membayangkan dia ke pasar dilirik semua lelaki, membayangkan dia sms-an dengan bekas pacar-pacarnya dulu, membayangkan mungkin dia bosan padaku. Akh.. aku bersyukur istriku tidak cantik sehingga aku bisa tidur nyenyak walau banyak nyamuk sekalipun. Istriku tidak cantik, namun dia adalah istri terbaik untukku.

Read more

All. Diberdayakan oleh Blogger.

Ads 468x60px

Visitantes

My Blog List

Baca Juga Yang Ini Ya.......

search

Pengikut

My Blog List

Headlinews

Translate

BERITA TERKINI

JADWAL SHALAT

JADWAL SHALAT:

div>

 
Design by ThemeShift | Bloggerized by Lasantha - Free Blogger Templates | Best Web Hosting