Lagi-lagi Kisah Miris
di Hari Jumat
Sekedar ingin berbagi
celoteh hati, kawan… Ini tentang kehidupan satu sisi dunia. Belajar banyak dari
kehidup sekitar. Kalo bahasa trendnya di ranah minang (berhubung saat tulisan
ini dibuat saat berada di ranah minang niih…) “Alam Takambang Jadi Guru”. Ah,,,
semoga bisa, menjadikan alam sebagai guru. Menjadi murid terbaik dari sekolah
bernama kehidupan. Kerena terlalu sedikit ilmu yang didapat jika kita hanya
mengandalkan pendidikan formal untuk belajar. Bener ga ??? (agak ngarep
sebenernya pada bilang ‘Beneeeer’.. he..)
Ini
cerita masa lampau yang terulang lagi, lagi, dan lagi. Meski di tempat yang
berbeda. Maka ku beri judul episode kehidupan kali ini, ”Lagi-lagi, Kisah Miris
di hari Jum’at”. (Ish Ish ish,, leb-ay...). Cerita nyata ini ku dapat dari
adiknya temannya teman (he... silahkan di analisa sendiri ya, kawan. Yang nulis
juga bingung..).
Ini
kejadian di satu daerah di Indonesia 
Nasiiib,,
nasiiib... Sungguh malang 
Menyikapi
cerita tersebut, timbul tanda tanya besar. ”Inikah ending perjuangan
Muhammad??”. Jika iya, berarti terbukti sudah kerisauan Nabi Muhammad di akhir
hayatnya. Sangking cemasnya pada kehidupan ummatnya sepeninggalan dirinya,
terucap kata-kata diakhir hayatnya ’ummati... ummati..”. Yap !!
terkadang tak habis pikir, di zaman yang semakin canggih ini justru semakin
banyak saja orang-orang yang berpikir pendek mengambil jalan pintas untuk
mendapatkan uang. Bahkan berani mengambil resiko besar untuk mendapatkan uang
yang tak seberapa. Apalah arti uang 50 ribu rupiah jika dibanding dengan nyawa
dan harga diri. Atau memang semurah itulah harga diri ’manusia akhir zaman’
saat ini?? Ahh,, ini yang kusebut ”miris”. Karena terlalu banyak kondisi yang
menggambarkan kebobrokan moral. Imanpun tergadaikan demi sesuap nasi. Jangankan
kotak amal di musholla, sandal jepit saja bisa dengan mudah berganti tuannya.
Sampai-sampai keluar slogan : “Jangan tukarkan iman anda dengan sepasang sandal
jepit”. AstaghfirulLah sebegitu menyedihkankah kondisi manusia saat ini????!!
Lebih
mirisnya lagi, kawan.. Kisah di atas tak cukup berakhir sampai disitu. Maling
digiring ke kantor polisi, dan tak lupa marbot musholla disertakan sebagai
saksi, plus kotak amal sebagai barang bukti. Ternyata endingnya tak seindah
yang diharapkan warga dan marbot musholla. Uang dalam kotak amal yang jumlahnya
tak sampai 50 ribu rupiah memang berhasil diselamatkan, tapi nyatanya uang
pengurus musholla justru harus keluar sebesar lebih dari 100 ribu untuk
administrasi laporan pencurian di kepolisian dan untuk ongkos perjalanan
pengurus musholla ke kantor polisi. Kesimpulannya : bukannya untung malah
buntung. Yaahh, minimal warga masih kebagian sedikit bahagia karena salah satu
pelaku kejahatan berhasil ditangkap.
Inilah
kejadian satu sisi dunia, kawan. Menurut kalian siapa yang diuntungkan dari
kejadian ini??? Kalau pencuri buntung karena ketangkap polisi, pengurus
musholla buntung karena uangnya terpakai lebih besar dari yang hampir hilang,
tapi kira-kira polisi untung atau buntung ya ???!! (hehe.. Allahualam,,
silahkan berkomentar dalam hati tentang yang satu ini).
Sebagai
penutup,kawan.. terkadang kita hanya menjadi korban ironi negeri ini. Yang
penting ingat pesan bang Napi : ” Waspadalah !!!….. waspadalah !!!… ”. Agar
hidup selalu indah full barokah...
Buat
pembelajar sejati : Ayo kita berantas kemiskinan yang telah banyak
menyengsarakan ummat : miskin iman, miskin hati, miskin senyum, miskin harta,
miskin rasa malu, miskin nyali !!!
Mulai
dari diri sendiri ya kawan. “ Tangan diatas lebih baik daripada tangan dibawah
“.
Allahualam
bisawab...
Oleh Fijriani
 
 
 
