Urusan domestik, hingga saat ini masih menjadi cibiran orang.
Pekerjaan urusan teknis kerumahtanggaan ini hanya dianggap sepele dan dipandang
sebelah mata saja oleh hampir seluruh lapisan masyarakat. Itu sebabnya kaum
feminis memperjuangkan agar kaum wanita tidak dikaplingkan untuk urusan
domestik saja. Kelompok ini sangat menginginkan peningkatan harkat dan martabat
kaum wanita agar sejajar sebagai mitra kaum laki-laki.
Yang mereka definisikan sebagai peningkatan harkat dan
martabat wanita itu, satu di antaranya adalah pembebasan kaum wanita dari
pengkotakan peran sebagai ibu rumah tangga. Menurut mereka, peran tersebut
memberikan citra rendah pada diri wanita, sehingga untuk mengangkat citra
dirinya, mereka menuntut untuk lepas dari tanggung jawab yang dianggap
memalukan itu.
Dianggap memalukan, salah satunya karena pekerjaan urusan
domestik tersebut tidak menghasilkan pemasukan keuangan, padahal selama ini
umumnya seseorang dihargai sesuai prestasinya dalam mengumpulkan uang. Apalagi
secara sepintas, urusan domestik tersebut hanya berupa kegiatan teknis kasar
dan kotor, sehingga tak pantas dikerjakan oleh orang terhormat.
***
Kewajiban Siapa?
Opini yang berkembang di tengah masyarakat tentang citra buruk
dan rendah dari pekerjaan urusan domestik ini, menjadi penyebab dari enggannya
para wanita terpelajar untuk mengakuinya sebagai kewajibannya. Dan dengan
berdalih dasar teori peran ganda suami, mereka menuntut agar bisa melepaskan
diri dari tanggung jawab domestik tersebut.
Secara bijak, Islam sudah pula menyinggung permasalahan ini
dalam pedoman hidup Al-Qur'an dan Al-Hadits. Abdul Halim Abu Syuqqah,
menyebutkan dalam bukunya, Tahrirul Mar-ah fi `Ashir Risalah, bahwa seorang
wanita berkewajiban mengurus rumah tangga dan anak-anaknya sebaik mungkin.
Dengan demikian kegiatan profesi tidak boleh sampai menghalanginya melaksanakan
tanggung jawab ini.
Dari Abdullah bin Umar RA dikatakan bahwa Rasulullah SAW
bersabda, "Dan seorang istri adalah pemimpin bagi rumah suami dan
anak-anaknya, dan dia akan dimintai pertanggungjawaban tentang mereka."
(HR. Bukhari Muslim).
Dari Abu Hurairah dikatakan bahwa Rasulullah bersabda,
"Sebaik-baik wanita yang mengendarai unta adalah wanita Quraisy."
Dalam riwayat lain disebutkan, "Wanita Quraisy yang shaleh adalah wanita
yang sangat menyayangi anaknya yang masih kecil dan sangat menjaga suaminya
dalam soal miliknya." (HR. Bukhari).
Jelas, posisi kaum ibu adalah sebagai 'pemimpin bagi rumah
suami' dan 'pemimpin anak-anak'. Kalau orang sekarang kerap menyebut istilah
pemimpin dengan sebutan direktur atau manajer, maka tak salah pula jika profesi
ibu di rumah pun disebut sebagai manajer rumah tangga. Ruang lingkup tugasnya
adalah memelihara rumah dan harta yang ada di dalamnya, dan merawat anak-anak.
Tentu saja, urusan domestik ada di dalamnya. Kelak, kaum ibu akan dimintai
pertanggungjawaban oleh Allah SWT tentang kepemimpinannya itu.
Dalam pandangan Islam, urusan domestik keluarga memiliki peran
dan fungsi yang penting dan terhormat dalam mendukung kesuksesan keluarga.
Begitu hebatnya Islam menjunjung tinggi pekerjaan ini, hingga menyamakan
derajatnya dengan kewajiban pergi berperang bagi kaum laki-laki, yang
menjanjikan syahid bagi mereka.
Anas bin Malik menceritakan sebuah kisah, Satu hari beberapa
wanita mendatangi Rasulullah SAW dan bertanya, "Ya Rasulullah, kaum lelaki
kembali dengan membawa pahala perjuangan di jalan Allah; sedang kami tidak
mempunyai cara untuk dapat seperti mereka?" Mendengar ini beliaupun
bersabda, "Jangan takut, tenanglah kalian! Mengurus rumah tangga kalian masing-masing
dengan sungguh-sungguh dapat mengejar pahala syahid di jalan Alah seperti
mereka."
Walaupun pekerjaan domestik ini tak memberikan penghasilan
secara langsung, tetapi memberikan manfaat sangat besar bagi seluruh anggota
keluarga. Rumah yang bersih, sehat, rapi, indah, dan nyaman ditinggali, tak
mungkin tercipta tanpa dukungan keahlian urusan domestik. Dari surga dunia
inilah muncul ide-ide brilyan dari seluruh anggota keluarga tersebut dalam
bidang masing-masing. Ayah menemukan semangat bekerja dari kenyamanan tidur dan
istirahatnya di rumah. Anak-anak pun menemukan keriangannya bermain dan belajar
dari suasana rumah yang ditata bersih dan menyenangkan. Anda yang ingin lebih
menyelami makna pentingnya urusan domestik ini, cobalah untuk berhenti satu
atau dua hari saja untuk tidak menyapu dan mengepel rumah, tidak mencuci dan
menyeterika baju, serta tidak memasak di dapur. Bagaimana jadinya keluarga
Anda?
Satu poin lagi untuk urusan domestik yang kerap dianggap
sepele, adalah merawat dan mendidik anak. Salah sama sekali jika menganggap ini
hal yang mudah dan remeh. Sebuah anggukan wajah, atau sekedar senyumam di ujung
bibir, juga belaian tangan ibu di pundak anak, ternyata sangat menentukan bagi puluhan
ribu hari berikutnya yang masih harus ia lewati. Satu detik keikhlasan ibu
merawat anak, bisa menjadi bibit keuntungan jutaan rupiah yang kelak didapatkan
anak dari kesuksesannya setelah dewasa.
Beratnya beban urusan domestik ini, nampaknya seimbang dengan
janji syahid yang diberikan oleh Allah SWT kepada kaum ibu yang menunaikannya
dengan baik. Pekerjaan ini bisa menjadi salah satu alternatif tercepat
memperoleh surga bagi mereka. Begitu mulianya pekerjaan ini, sehingga
Rasulullah memberikan dorongan penuh kepada putri tercintanya, Fatimah RA,
untuk tidak meninggalkan peran ini, walau seberat apapun beban yang harus
ditanggungnya.
Fatimah sang putri, yang bersuamikan Ali bin Abi Thalib, hidup
dalam keadaan miskin, sehingga ia harus membanting tulang untuk mengerjakan
semua pekerjaan rumah tangga. Diriwayatkan Abu Daud bagaimana Ali mengisahkan
tentang istrinya ini, "Suatu ketika Fatimah putri Nabi SAW berada di
dekatku. Dia memutar gilingan hingga lecet tangannya, dia memanggul girbah air
hingga lecet pundaknya, dan dia menyapu rumah hingga berdebu pakaiannya."
Dalam riwayat Abu Daud yang lain ditambahkan; "Fatimah membuat roti
sehingga warna mukanya berubah (terkena arang)."
Suatu ketika Ali mendesak istrinya untuk memohon kepada
ayahandanya agar diberi bantuan seorang hamba yang diperoleh Rasulullah SAW
sebagai hasil jarahan perang, demi meringankan pekerjaan-pekerjaannya. Namun
Rasulullah menolak permintaan putri tercintanya itu, sambil membesarkan hati
Fatimah dan Ali dengan mengatakan, "Maukah kalian aku beritahu mengenai
sesuatu yang lebih baik dari yang kalian minta? Apabila kalian sudah siap di
tempat tidur kalian, maka hendaklah kalian baca tasbih tiga puluh tiga kali,
tahmid tiga puluh tiga kali, dan takbir tiga puluh empat kali. Hal itu lebih
baik buat kalian dari pada seorang pelayan." (HR. Bukhari dan Muslim).
Rupanya beliau menginginkan Fatimah memperoleh surganya dengan melalui ujian
dalam rumah tangganya tersebut.