Setelah menunaikan
shalat Jumat, para jamaah bagaikan menyemut memenuhi rumah makan yg memang
terletak gak begitu jauh dan hampir searah dengan pintu masjid. Suasana di
rumah makan itu tampak ramai dengan orang-orang yg keluar masuk, dan suara
gaduh orang yg memesan makanan siang, aku pesan lima ayam panggang, teriak seseorang sambil
menyodorkan uang ratusan dirham, mana pesananku ? ini ternyata gak ada nasinya,
ungkapnya dengan nada keras.
Para pelayan yg
setiap detik menerima orderan, tampak cukup cekatan dan cepat, sehingga
walaupun banyak orang yg pesan, mereka mampu melayani dengan cepat, hanya saja
terkadang para pembeli yg gak mau antri sesuai siapa yg terlebih dahulu
memesan, membuat sebagian lainnya menjadi marah.
Merasa dihina
dihadapan orang lain, ia kembali membalas dengan sumpah serapah, sambil
mengacung-acungkan tangannya ke atas, tak satupun mampu melerasi percekcokan
itu, teriak shalawat akan kedua berhenti, tampaknya kali ini gak mendapatkan
tempat pada telinga keduanya.
Orang tua bertongkat
memasuki rumah makan tersebut, ketika mendengar ribut-ribut, ia mendekati dan
berkata : kedua saudaraku, beberapa menit lalu kita keluar dari masjid,
beberapa menit yg lalu kita mendengarkan petuah takwa, orang tua itu terus
beristighfar dan mengakhiri ucapannya : maafkan aku bila terasa menasehati
kalian berdua, tapi masalah kecil ini kenapa menjadi beranjak menjadi memanas,
bukankah kita bersaudara, lalu ia membuka kulkas membeli yogurt kesukaannya.
Kejadian diatas aku
ceritakan pada temanku, temanku serta merta tertawa dan berkata : sudah biasa
kawan, takwa itu kan
bertempat di masjid, sementara di luar masjid, yg menjadi penguasa kita adalah
nafsu, amarah, keduniawian dan yg sejenisnya yg telah mampu memenjarakan
ketakwaan kita.
Aku menyggah, adakah
mereka pernah mendengar seruan sabda nabi : jangan Anda marah, jangan Anda
marah
Temanku menepuk
pundakku, nasehat dari hati akan masuk ke hati, nasehat tindakan akan menjadi
panutan, ucapannya bersemangat
Lalu aku pun setuju
mengangguk