Saya belum tiba di seberang jalan untuk mendekati Taksi yang
sedang parkir, ketika sang sopir menyapa dari kejauhan untuk menawarkan
jasanya. Saya langsung mengangguk tanda setuju.
"Ke Blok M!" jawab saya tentang tempat yang saya
tuju.
"Lewat Jalan Limo aja, lewat sana macet!" ucap seorang lelaki yang
ternyata adalah rekan kerjanya yang mungkin sedang tidak bertugas karena
pakaian yang dikenakan bukanlah pakaian seragam sopir.
"Numpang sampe depan yah!" sambung lelaki tersebut
sambil berjalan masuk ke dalam taksi.
Sekitar tiga ratus meter kemudian, kawan si sopir itu turun.
Taksi yang saya tumpangi kembali melaju.
Tak ada angin tak ada hujan, Pak Sopir tiba-tiba curhat
tentang temannya yang baru saja turun.
"Orang kalau nggak punya anak gitu, nggak punya uang ya
nggak narik. Harusnya ya tetep narik, namanya juga nyari rezeki."
Saya tak langsung merespon ucapan sang sopir. Ada sesuatu yang saya
pikirkan kenapa teman sopir tersebut enggan untuk narik taksi.
"Mungkin sepi kali ya, Pak?" akhirnya saya merespon
dengan sebuah pertanyaan.
"Bagi saya sih biasa aja," jawabnya.
"Yang penting dicari dulu ya, Pak. Rezeki nggak akan
tertukar," timpal saya selanjutnya.
Tak lama kemudian, saya jadi berpikir sendiri tentang
kalimat yang baru saya ucapkan terkait dengan tugas yang akan saya jalankan.
Sebenarnya, saya tidak memilih atau mengajukan diri untuk melaksanakan tugas
ini. Tetapi, tiba-tiba suatu hari, atasan menawarkan tugas ini kepada saya.
Meski lebih berat dalam hal jarak dan waktu, tapi ini adalah rezeki. Saya bisa
mengais-ngais poin dan koin dalam pelaksanaan tugas ini. Aamiin.