rasa-rasanya, satu-satunya alat musik yang saya begitu
menikmati kala memainkannya adalah angklung. cara memainkannya yang mudah,
tinggal hanya digoyang-goyangkan. tidak seperti gitar yang pernah saya coba
pelajari ketika masa-masa sma. jari-jari saya sangat kaku dan tidak bisa
berkoordinasi satu sama lain.
setidaknya itulah yang saya rasakan ketika mengikuti sebuah
training tentang kerja sama dan kepemimpinan beberapa hari yang lalu. ketika
sesi memainkan angklung, sepertinya saya begitu bersemangat. mata saya tak
lepas dari tangan sang konduktor. konsentrasi saya penuh untuk memperhatikan
kode-kode yang diberikan melalui gerak tangannya. saya selalu menantikan kapan
saya bisa menggerakkan angklung di tangan saya. dan saya menggerakkan angklung
di tangan saya secara bergantian dengan teman-teman yang lain secara
bergantian, sehingga mampu mengiringi lagu yang diperdengarkan.
rupanya, melalui permainan angklung tersebut, ada sebuah
pelajaran tentang dunia kerja. masing-masing angklung yang memiliki satu nada
diibaratkan individu-individu yang tergabung dalam suatu tim, organisasi,
instansi, ataupun sebuah perusahaan. masing-masing individu tersebut memiliki
tugas dan peran masing-masing. di mana jika tugas dan peran masing-masing
dilakukan dengan baik, maka akan tercipta sebuah kerja sama yang indah, seperti
nada-nada angklung yang dimainkan sesuai dengan tempo yang telah diatur dan
ditentukan.
namun, ada kalanya, tidak semua tugas dan peran bisa
dilaksanakan dengan baik. mungkin karena kita tidak bisa 'memainkan' pekerjaan,
tugas, ataupun peran seperti memainkan angklung. memainkan angklung penuh
dengan semangat, banyak improvisasi yang dibuat, dan gaya pun bisa beraneka
ragam. selama tidak melanggar aturan main, maka semuanya itu sah-sah saja. bahkan
bisa jadi akan menambah nilai permainan angklung. lagi-lagi, semua itu tidak
kita lakukan saat bekerja.
semangat. itu juga yang terlahir manakala saya memainkan
angklung. menanti kapan kode yang menandakan angklung yang saya pegang segera
digerakkan. tanpa diberi aba-aba, senyumpun terlahir. kaki pun ikut
menghentak-hentak tanpa dikomando. rasanya semangat itu hilang manakala masuk
waktu bekerja.
jika di masa-masa taman kanak-kanak atau sekolah dasar,
ketika di tanya kepada guru, "siapa yang mau bernyanyi?" atau
"siapa yang bisa menulis huruf 'g' di papan tulis?" maka saya, anda,
dan mungkin kita semua akan serempak dengan semangat menjawab,
"saya!"
tapi setelah dewasa, setelah banyak pengetahuan dan
pengalaman, ketika pimpinan bertanya, "siapa yang punya ide?" atau
"siapa yang bersedia melakukan ini?" mungkin saya, anda, dan sebagian
dari kita akan terdiam. meski ada ide, meski ada kemampuan, kita lebih sering
terdiam dan mempersilakan orang lain saja yang melakukannya.