Begitu banyak kejadian menyimpan arti. Tapi kebanyakan kita
tidak memahami. Jika dihitung, berapa banyak perubahan yang terjadi di hadapan
kita. Perubahan yang awalnya merupa kehadiran, lalu mengisi dan mungkin
perlahan kehadiran itu menjadi berbeda.
Waktu tidak pernah berhenti berputar. Satu kejadian yang
terjadi, ia tidak pernah terputus dalam satu titik. Tapi terkadang kita
berhenti pada titik tersebut. Lalu kita pun menyimpulkan sesuatu pada titik
tersebut. Padahal belumlah sempurna.
Begitu banyak kebaikan, tetapi terlempar dari ruang diri,
ketika kita tak mampu memahami karena tertutup emosi. Begitu banyak kesempatan
kebaikan, tetapi terkikis waktu, karena terlalu sering menunda, menuruti emosi.
Ketika seharusnya satu titik terberi untuk memahami, menjadi lusuh tak terbaca,
lalu tenggelam tertelan waktu dan mungkin tak kembali.
Dan mungkin juga, banyak hal yang terjadi, menjadi lupa
karena terlalu sering membiarkan terlupa. Ketidakwajaran menjadi hal yang
biasa, ketika satu bisikan kecil terlepas dibiarkan memanja, maka hikmah pun
mengabur antara dariNya atau hanya fatamorgana.
Hikmah menjadi harta yang sangat berharga, ketika kesedihan
terus melanda, tak mampu memahami atas kilasan waktu yang ada di hadapan diri.
Hikmah seharusnya cahaya, yang mencerahkan, yang
mencemerlangkan nurani. Melapangkan dan mengayakan jiwa, menerangi pikir dan
jiwa. Menuntun rasa syukur tercipta.
Hikmah bisa menjadi sebuah proses, karena ia jarang bisa
diambil dalam satu waktu. Karena terburu dalam mengambil sesuatu cenderung
melupakan yang lain. Karena, ada kalanya hikmah datang ketika sudah menyeluruh.
Ia tidak separuh, ia tidak setengah. Ia tidak untuk yang mengambil sebagian, tapi
membiarkan yang sebagian yang lain. Ia menghampiri dan memperhatikan semua
sudut. Lalu terlihat mencerahkan dari semua penjuru.
Atas nikmat yang terberi, ada hikmah di baliknya. Atas
kesulitan yang menghampiri, ada hikmah di baliknya. Hikmah bisa menjadi
menunggu untuk dibuka. Tapi hikmah juga bisa terus tertutup bagi yang tidak
mencarinya. Allah selalu dalam kehendakNya, selalu mendahulukan sebuah usaha,
daripada berpangkutangan untuk mendapatkan sesuatu.
Walau begitu, ada kalanya juga, hikmah datang menghujam ke
dalam hati pada siapa yang terpilih. Dia-lah yang lebih mengetahui atas
ketidaktahuan, keterbatasan akal manusia. Awal yang terjadi saat ini, kita
tidak akan pernah tahu bagaimana nanti akan berakhir. Atas nikmat yang terberi,
maka memang sepatutnya kita bersyukur agar nikmat yang terasa semakin bertambah
untuk mendekatkan kita kepadaNya. Dan atas kesulitan yang menguji, memang
sepatutnya kita bersabar, agar kesulitan itu mewujud sikap yang menggantikan
keresahan menjadi kedekatan kepadaNya.
Tidak ada yang merugi atas segala yang terjadi, jika itu
justru membuat kita semakin dekat kepadaNya. Yang membuat terasa rugi, sakit,
justru dari diri kita sendiri. Sebagai manusia, memang nikmat lebih kita sukai
daripada musibah. Tapi kita tidak tahu, pada titik mana sesungguhnya kita
terasa lebih dekat kepadaNya.
Maka dalam do'a yang terpanjat, "Nikmat dariMu
sesungguhnya lebih kami sukai daripada ketika musibah menguji. Tapi, ya Rabb,
yang kami lebih sukai lagi, adalah ketika Engkau menjadikan dalam keadaaan
apapun dan bagaimana pun menjadikan kami semakin dekat kepadaMu."
“Allah menganugerahkan al-hikmah kepada siapa yang
dikehendakiNya. Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah
dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang
dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah).” (QS. Al-Baqarah : 269).