live chat fb



30.7.12

Titik Perubahan


Lebih setahun yang lalu.

"Ayo ke masjid," ajak saya padanya saat suara adzan sudah berkumandang dari masjid, tak jauh dari rumah kost kami.

Biasanya ia hanya tersenyum. Menanggapinya sepintas lalu sambil bergurau. Dan kembali sibuk dengan aktivitas yang sedang dikerjakannya. Atau langsung ke belakang mengambil wudhu. Tapi ia tidak ikut berangkat ke masjid. Ia shalat munfarid di kamarnya.

"Kenapa?" tanya saya di lain waktu.

"Sama saja." Maksudnya sama saja antara shalat berjama'ah di masjid dan shalat sendirian di kamarnya.

"Kan shalat berjama'ah 27 derajat lebih utama dibandingkan shalatmunfarid."

Ia hanya tersenyum.

Lain halnya dengan seorang kawan saya yang lain. Lebih setahun yang lalu, ia adalah seorang yang rajin shalat lima waktu berjama'ah di masjid. Tak jarang, ia sudah berada di masjid saat saya baru tiba.

Ya, ia jauh lebih rajin daripada saya saat itu.
***
Setahun kemudian.

Ada satu perubahan mencolok yang terjadi pada kedua kawan saya di atas. Seorang yang dulu tak pernah berminat untuk shalat berjama'ah di masjid, kini menjadi sangat rajin. Ia hampir tak pernah telat untuk hadir di masjid. Bahkan, suatu waktu, saat seorang temannya mengajaknya bepergian, ia mengatakan, "Sebentar lagi shalat, nanti setelah shalat saja perginya."

Saya yang waktu itu mendengarnya, langsung tersenyum kagum. Sungguh, sebuah peningkatan pemahaman yang patut diacungi jempol.

Karena jika kita membuka kitab-kitab fiqih, sebagian ulama berpendapat bahwa shalat berjama'ah di masjid bagi setiap laki-laki muslim yang sudahbaligh hukumnya adalah sunat muakkad (sangat dianjurkan). Dan sebagian lagi ada yang berpendapat hukumnya adalah wajib 'ain, sebuah keharusan yang menyebabkan pelakunya berdosa jika meninggalkannya.

Hal yang bertolak belakang justru terjadi pada kawan saya yang satunya lagi. Ia yang dulu rajin dan bersemangat berangkat ke masjid untuk shalat berjama'ah saat hujan deras sekalipun, kini seolah tak berminat lagi untuk hadir memenuhi panggilan agung sang muadzin.

Kini, ia acuh. Seolah tak mendengar lagi panggilan shalat berjama'ah itu.
***
Ada banyak hikmah yang saya petik dari dua kenyataan di atas.

Yaitu, bahwa kondisi saya saat ini belum tentu akan sama dengan kondisi saya di masa yang akan datang. Tidak mutlak sebuah gambaran utuh diri saya beberapa tahun kemudian.

Karena semuanya akan sangat bergantung pada persepsi saya dalam menyikapi setiap kondisi yang ada saat ini. Akan terus memacu dan berusaha mengoptimalkan semua potensi yang saya miliki. Sudah cukup puas dengan apa yang ada saat ini. Atau malah berpikir negatif tentang masa depan saya.

Pilihan-pilihan itulah kata kuncinya.

Dua fakta di atas juga merupakan sebuah kabar gembira sekaligus tantangan yang tak mungkin terelakkan bagi setiap individu di muka bumi ini.

Sebuah kabar gembira. Karena bukan hal yang mustahil, seorang pecundang di masa sekarang bisa menjadi seorang brilian dan sukses di masa yang akan datang. Jika ia terus memperbaiki diri dan meningkatkan kadar keilmuannya.

Pun juga sebuah tantangan. Karena tak menutup kemungkinan, seorang pengusaha terpandang kini akan jatuh melarat sepuluh tahun kemudian. Jika ia tak pandai membangun relasi dan menjaga konsistensi yang sudah mapan saat ini.

Seperti itulah roda kehidupan ini akan terus berputar sepanjang garis edarnya. Akan selalu ada jejak perubahan yang dicatat oleh tinta sejarah dari waktu ke waktu. Berubah menjadi lebih baik dari sebelumnya. Atau malah sebaliknya, menjadi lebih jelek dari masa yang telah lalu.

Saya, Anda, kita semua, hanya tinggal memilihnya.

Anda pilih yang mana?

All. Diberdayakan oleh Blogger.

Ads 468x60px

Visitantes

My Blog List

Baca Juga Yang Ini Ya.......

search

Pengikut

My Blog List

Headlinews

Translate

BERITA TERKINI

JADWAL SHALAT

JADWAL SHALAT:

div>

 
Design by ThemeShift | Bloggerized by Lasantha - Free Blogger Templates | Best Web Hosting